PASAL 316 HURUF D UU 10/2008 BERTENTANGAN DENGAN KONSTITUSI

Kamis, 10 Juli 2008 13:02:37

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Pasal 316 huruf d UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU 10/2008) bertentangan UUD 1945. Hal ini dikarenakan aturan tersebut memberikan perlakuan yang tidak sama kepada mereka yang kedudukannya sama, yaitu partai politik (Parpol) yang memiliki wakil di DPR dan yang tidak memiliki wakil di DPR (yang tidak memenuhi electoral threshold). Hal tersebut dinyatakan MK dalam sidang pengucapan putusan perkara 12/PUU-VI/2008 di Ruang Sidang MK, Kamis (10/07).

Perkara tersebut diajukan oleh tujuh Parpol yang tidak memenuhi electoral threshold dan tidak mempunyai kurasi di DPR, yaitu Partai Persatuan Daerah (PPD), Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB), Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK), Partai Patriot Pancasila, Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD), Partai Sarikat Indonesia (PSI), dan Partai Merdeka.

“Parpol-parpol Peserta Pemilu 2004, baik yang memenuhi ketentuan Pasal 316 huruf d UU 10/2008 maupun yang tidak memenuhi, sejatinya mempunyai kedudukan yang sama, yaitu sebagai Parpol Peserta Pemilu 2004 yang tidak memenuhi electoral threshold, sebagaimana dimaksud baik oleh Pasal 9 ayat (1) UU 12/2003 maupun oleh Pasal 315 UU 10/2008,” ucap Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, membacakan Konklusi Putusan.

Pasal 316 huruf d UU 10/2008 berbunyi, “Partai Politik Peserta Pemilu 2004 yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 315 dapat mengikuti Pemilu 2009 dengan ketentuan: ….d. memiliki kursi di DPR RI hasil Pemilu 2004; atau….”. Sedangkan Pasal 315 berbunyi,
“Partai Politik Peserta Pemilu tahun 2004 yang memperoleh sekurang-kurangnya 3% jumlah kursi DPR atau memperoleh sekurang-kurangnya 4% jumlah kursi DPRD provinsi yang tersebar sekurang-kurangnya di 1/2 jumlah provinsi seluruh Indonesia, atau memperoleh sekurang-kurangnya 4% jumlah kursi DPRD kabupaten/kota yang tersebar sekurang-kurangnya di 1/2 jumlah kabupaten/kota seluruh Indonesia, ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu setelah Pemilu tahun 2004”.

Lebih lanjut Jimly menyampaikan bahwa Pasal 316 huruf d UU 10/2008 merupakan ketentuan yang memberikan perlakuan yang tidak sama dan menimbulkan ketidakpastian hukum (legal uncertainty) dan ketidakadilan (injustice) terhadap sesama Parpol Peserta Pemilu 2004 yang tidak mememenuhi ketentuan Pasal 315 UU 10/2008.

Dalam permohonannya, para Pemohon memang mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 316 huruf d UU 10/2008 yaitu, “memiliki kursi di DPR RI hasil Pemilu 2004”. Pada dasarnya, Parpol-parpol Peserta Pemilu 2004 yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 315 UU 10/2008 seharusnya sudah tidak berhak lagi menjadi peserta Pemilu 2009 karena tidak memenuhi ketentuan electoral threshold, kecuali memenuhi Pasal 9 ayat (2) UU 12/2003.

Menurut MK, ketentuan Pasal 316 huruf d UU 10/2008 tersebut tidak jelas ratio legis-nya apabila dikaitkan dengan masa peralihan dari prinsip electoral threshold ke parliamentary threshold. Artinya, apakah Pasal 316 huruf d UU 10/2008 bermaksud memberikan kemudahan untuk menjadi peserta Pemilu 2009 kepada seluruh Parpol Peserta Pemilu 2004 yang sesungguhnya tidak memenuhi electoral threshold yang ditentukan, ataukah karena pertimbangan bahwa UU 10/2008 menganut parliamentary threshold, maka kemudahan bersifat terbatas hanya diberlakukan kepada Parpol-parpol yang sudah memiliki kursi di parlemen (DPR).

Apabila bermaksud memberikan kemudahan, maka seharusnya semua Parpol Peserta Pemilu 2004 dengan sendirinya langsung dapat menjadi peserta Pemilu 2009, tanpa harus melalui proses verifikasi oleh KPU, baik verifikasi administratif maupun verifikasi faktual. Apabila bermaksud memberikan kemudahan terbatas, maka seharusnya, kemudahan tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 202 ayat (1) UU 10/2008 yakni memenuhi ambang batas perolehan suara sah 2,5% dari suara sah secara nasional, tentu saja berdasarkan hasil Pemilu 2004, namun bukan berdasarkan perolehan kursi sebagaimana ketentuan Pasal 316 huruf d UU 10/2008.

Lagi pula, menurut MK, nilai kursi dalam sistem Pemilu 2004 tidak selalu mencerminkan besarnya perolehan suara, yakni ada Parpol yang jumlah perolehan suaranya secara nasional lebih banyak daripada perolehan suara Parpol yang memperoleh kursi di DPR.

“Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 316 huruf d UU 10/2008 justru menunjukkan perlakuan yang tidak sama dan tidak adil terhadap sesama Parpol Peserta Pemilu 2004 yang tidak memenuhi electoral threshold, “ kata Hakim Konstitusi Mukthie Fadjar membacakan pendapat MK.

Perlakuan yang tidak adil tersebut ditunjukkan dengan kenyataan bahwa ada Parpol yang hanya memperoleh satu kursi di DPR, kendati perolehan suaranya lebih sedikit dari pada Parpol yang tidak memiliki kursi di DPR, melenggang dengan sendirinya menjadi peserta Pemilu 2009, sedangkan Parpol yang perolehan suaranya lebih banyak, tetapi tidak memperoleh kursi di DPR, justru harus melalui proses panjang untuk dapat mengikuti Pemilu 2009, yaitu melalui tahap verifikasi administrasi dan verifikasi faktual oleh KPU. (Luthfi Widagdo Eddyono)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Investasi Tepat Untuk Krisis Global

Jadi Karyawan Teladan

Looking For a Job?